Cari-cari Disini

Selasa, 31 Oktober 2017

CORPORATE RESPONSIBILITY (CSR) AND ETHICAL DECISION MAKING

MAKALAH MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BISNIS
JUDUL : CORPORATE RESPONSIBILITY AND ETHICAL DECISION MAKING

DISUSUN OLEH
RONI SAPUTRA SITOHANG/214320005


AGRIBISNIS - B
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
MEDAN
2017







1.      CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
1.1              Pengertian CSR
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada, seperti melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut, dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk membangun desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitabilityperusahaan.
1.2              Kegiatan dan Pilar Kegiatan CSR
1. PROMOSI KEGIATAN SOSIAL (CAUSE PROMOTIONS)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu
· Fokus utama dari kategori aktivitas CSR ini adalah komunikasi persuasif, dengan tujuan menciptakan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial
2. PEMASARAN TERKAIT KEGIATAN SOSIAL (CAUSE RELATED MARKETING)
· Ketika sebuah perusahaan menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan social tertentu, maka perusahaan tersebut sedang melakukan apa yang disebut sebagai cause related marketing (CRM).
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannnya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk.
· Kegiatan ini biasanya didasarkan kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas derma tertentu.
· Untuk konteks Indonesia, pelaksanaan cause related marketing terutama ditujukan untuk kegiatan beasiswa, penyediaan air bersih, pemberian layanan kesehatan, pengembangan usaha kecil dan menengah.
3. PEMASARAN KEMASYARAKATAN KORPORAT (CORPORATE SOCIETAL MARKETING)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
· Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu.
· Dalam cause related marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produknya, baik itu barang atau jasa, dimana sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu.
4. KEGIATAN FILATROPI PERUSAHAAN (CORPORATE PHILANTHROPY)
· Corporate philanthropy mungkin merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua.
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau pelayanan secara cuma-cuma.
· Kegiatan filantropi biasanya berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial yang menjadi prioritas perhatian perusahaan.
· Berbagai program corporate philanthropy yang dilaksanakan perusahaan antara lain:
a. Program corporate philanthropy dalam bentuk sumbangan uang tunai.
b. Program corporate philanthropy dalam bentuk bantuan hibah.
c. Program corporate philanthropy dalam bentuk penyediaan beasiswa.
d. Program corporate philanthropy dalam bentuk pemberian produk.
e. Program corporate philanthropy dalam bentuk pemberian layanan cuma-cuma.
f. Program corporate philanthropy dalam bentuk penyediaan keahlian teknis oleh karyawan perusahaan secara cuma-cuma.
g. Program corporate philanthropy dengan mengijinkan penggunaan fasilitas dan saluran distribusi yang dimiliki perusahaan untuk digunakan bagi kegiatan sosial.
h. Program corporate philanthropy yang dilakukan perusahaan dengan cara menawarkan penggunaan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan.
5. PEKERJA SOSIAL KEMASYARAKATAN SECARA SUKARELA (COMMUNITY VOLUNTEERING)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan mendukung dan mendorong para karyawan, rekan pedagang eceran atau para pemegang franchise agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.
· Bentuk dukungan perusahaan kepada karyawannya untuk melaksanakan program community volunteering antara lain:
a. Memasyarakatkan etika perusahaan melalui komunikasi korporat yang akan mendorong karyawan untuk menjadi sukarelawan bagi komunitas.
b. Menyarankan kegiatan social atau aktivitas amal tertentu yang bisa diikuti oleh para karyawan.
c. Mengorganisir tim sukarelawan untuk suatu kegiatan sosial.
d. Membantu para karyawan menemukan kegiatan sosial yang akan dilaksanakan melalui survey ke wilayah yang diperkirakan membutuhkan bantuan sukarelawan, mencari informasi melaluiwebsite atau dalam beberapa kasus dengan menggunakan softwarekhusus yang akan melacak aktivitas sosial yang cocok dengan minat karyawan yang akan menjadi tenaga sukarelawan.
e. Menyediakan waktu cuti dengan tanggungan perusahaan bagi karyawan yang bersedia menjadi tenaga relawan.
f. Memberikan penghargaan dalam bentuk uang untuk jumlah jam yang digunakan karyawan tersebut sebagai sukarelawan.
g. Memberikan penghormatan kepada para karyawan yang terlibat dalam kegiatan sukarela, seperti memberikan penghargaan berupa penyematan pin maupun pemberian plakat.
h. Memperbaiki proses produksi, misalnya : melakukan penyaringan terhadap limbah sebelum dibuang ke alam bebas, untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan, menggunakan pembungkus yang dapat didaur ulang (ramah lingkungan).
i. Menghentikan produk-produk yang dianggap berbahaya tapi tidak illegal.
j. Hanya menggunakan distributor yang memenuhi persyaratan dalam menjaga lingkungan hidup.
k. Membuat batasan umur dalam melakukan penjualan, misalnya barang-barang tertentu tidak akan dijual kepada anak yang belum berumur 18 tahun.

6. PRAKTIK BISNIS YANG MEMILIKI TANGGUNG JAWAB SOSIAL (SOCIALLY RESPONSIBLE BUSINESS PRACTICE)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup.
· Komunitas dalam hal ini mencakup karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum.
· Kesejahteraan dalam hal ini mencakup di dalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional.
· Beberapa aktivitas yang termasuk ke dalam socially responsible business practice antara lain:
a. Membuat fasilitas yang memenuhi bahkan melebihi tingkat keamanan lingkungan dan keselamatan yang ditetapkan.
b. Mengembangkan perbaikan proses produksi barang dan jasa seperti berbagai kegiatan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan yang berbahaya, megurangi penggunaan bahan kimia dalam proses peningkatan pertumbuhan tanaman pangan.
c. Menghentikan penawaran produk yang ditenggarai membahayakan kesehatan manusia meskipun produk itu legal.
d. Memilih pemasok berdasarkan kriteria kesediaan mereka menerapkan dan memelihara aktivitas substainable development.
e. Memilih perusahaan manufaktur dan bahan kemasan yang paling ramah lingkungan dengan berbagai kriteria seperti: perusahaan tersebut memiliki tujuan mengurangi penggunaan sumber daya secara sia-sia, menggunakan sumber daya yang bisa di daur ulang serta mengurangi terjadinya pembuangan racun ke lingkungan.
f. Melakukan pelaporan secara terbuka mengenai material produk yang digunakan berikut asal-usulnya, potensi bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan produk serta berbagai informasi lain yang berguna bagi konsumen.
g. Mengembangkan berbagai program untuk menunjang terciptanya kesejahteraan masyarakat.
PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN / PKBL
(JENIS PROGRAM CSR BADAN USAHA MILIK NEGARA – BUMN INDONESIA)
· PKBL adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, dimana PKBL adalah istilah CSR untuk BUMN di seluruh Indonesia.
· Dasar hukum PKBL adalah Peraturan Menteri BUMN Nomor 4 Tahun 2007, bahwa setiap BUMN wajib membentuk unit kerja khusus yang menangani langsung masalah pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dimana besaran alokasi PKBL tersebut bernilai 2% dari laba bersih.
· Isu-isu PKBL meliputi:
a. Program Kemitraan yang mayoritas dengan UMKM.
b. Program Bina Lingkungan, terbagi:
ü Bantuan Bencana Alam
ü Kesehatan Masyarakat
ü Pendidikan dan Pelatihan Masyarakat
ü Keagamaan
ü Pengembangan Sarana Umum
ü Pelestarian Alam


Pilar dari kegiatan CSR adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan kapasitas SDM di lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.
2. Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja perusahaan.
3. Pemeliharaan hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan sosialnya yang tidak dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan konflik.
4. Perbaikan tata kelola perusahaan yang baik
5. Pelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.

1.3              Regulasi CSR
Regulasi CSR adalah bagaimana suatu perusahan bertanggungjawab atas lingkungan dan memiliki aturan yang diawasi langsung pemerintah melalui peraturan undang-undang.
1.3.1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Konsep CSR yang terdapat dalam UU Perseroan Terbatas juga mencakup lingkungan. Jadi, secara resmi, UU ini menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). UU ini mengatur kewajiban bagi perseroan yang berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 74 ayat (1) UU PT berbunyi, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.” Bila ketentuan ini tidak dijalankan, maka ada sanksi yang akan dijatuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1.3.2 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas
Pemerintah menerbitkan PP No. 47 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 74 UU PT di atas. PP No. 47 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya berisi sembilan pasal. Salah satu yang diatur adalah mekanisme pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan.
Pasal 4 ayat (1) PP No. 47 Tahun 2012 menyebutkan, “Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.”
1.3.3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
UU Penanaman Modal juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR. Pasal 15 huruf b berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban: melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Penjelasan Pasal 15 huruf menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
1.3.4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
UU Minyak dan Gas Bumi memang tidak secara tersurat mengatur tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada satu aturan yang secara tersirat menyinggung mengenai CSR. Ketentuan itu adalah Pasal 11 ayat (3) huruf p, yang berbunyi, “Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat palin sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.”
1.3.5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
UU Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi menggunakan istilah program pengembangan dan pemerdayaan masyarakat. Pasal 108 ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa “Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.”
Pasal 1 angka 28 UU Minerba mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai “usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.”
1.3.6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
PP No. 23 Tahun 2010 merupakan aturan pelaksana dari UU Minerba. PP ini menjelaskan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang telah disinggung oleh UU Minerba. Ada satu bab khusus, yakni BAB XII, yang terdiri dari empat pasal yang mengatur pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Salah satunya adalah Pasal 108 yang berbunyi, “Setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
1.3.7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
UU Panas Bumi juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. UU ini  menyebutkan istilah tanggung jawab sosial perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus. Pasal 65 ayat (2) huruf b berbunyi: “Dalam pelaksanaan pelenyelenggaraaan Panas Bumi masyarakat berhak untuk: memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan Panas Bumi melalui kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat sekitar.”
1.3.8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
Setidaknya ada dua pasal yang menyinggung CSR dalam UU No. 13 Tahun 2011. Pertama, Pasal 36 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, adalah dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan. Ketentuan ini ditegas oleh Pasal 36 ayat (2) yang berbunyi, “Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin.”
Selain itu, ada pula Pasal 41 yang menggunakan istilah pengembangan masyarakat. Pasal 41 ayat (3) menjelaskan bahwa pelaku usaha berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin.


1.4              Strategi Pengendalian CSR
1.4.1        Sifat Pelaksanaan CSR
semua aspek dalam perusahaan, baik ekonomi, sosial, kesejahteraan dan lingkungan tidak bisa lepas dari koridor tanggungjawab sosial perusahaan. Oleh karena itu dalam CSR tercakup didalamnya empat landasan pokok yang antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan (Tanari, 2009), diantaranya:
a.       Landasan pokok CSR dalam aktivitas ekonomi, meliputi:
-         kinerja keuangan berjalan baik
-         investasi modal berjalan sehat
-         kepatuhan dalam pembayaran pajak
-         tidak terdapat praktik suap/korupsi
-         tidak ada konflik kepentingan
-         tidak dalam keadaan mendukung rezim yang korup
-         menghargai hak atas kemampuan intelektual/paten
-         tidak melakukan sumbangan politis/ lobi
b.      Landasan pokok CSR dalam isu lingkungan hidup, meliputi:
–        tidak melakukan pencemaran
–        tidak berkontribusi dalam perubahan iklim
–        tidak berkontribusi atas limbah
–        tidak melakukan pemborosan air
–        tidak melakukan praktik pemborosan energi
–        tidak melakukan penyerobotan lahan
–        tidak berkontribusi dalam kebisingan
–        menjaga keanekaragaman hayati
c.       Landasan pokok CSR dalam isu sosial, meliputi:
–        menjamin kesehatan karyawan atau masyarakat yang terkena dampak
–        tidak mempekerjakan anak
–        memberikan dampak positif terhadap masyarakat
–        melakukan proteksi konsumen
–        menjunjung keberanekaragaman
–        menjaga privasi
–        melakukan praktik derma sesuai dengan kebutuhan
–        bertanggungjawab dalam proses outsourcing dan off-shoring
–        akses untuk memperoleh barang-barang tertentu dengan harga wajar
d.      Landasan pokok CSR dalam isu kesejahteraan
–        memberikan kompensasi terhadap karyawan
–        memanfaatkan subsidi dan kemudahan yang diberikan pemerintah
–        menjaga kesehatan karyawan
–        menjaga keamanan kondisi tempat kerja
–        menjaga keselamatan dan Kesehatan Kerja
–        menjaga keseimbangan kerja/hidup
            Landasan diatas memberikan sebuah gambaran bahwa CSR bukanlah hal yang parsial, melainkan suatu urusan yang komperhensif. Tidak tepat jika perusahaan hanya fokus pada aspek lingkungan hidup, namun abai dalam aspek kesejahteraan karyawan dan ketidakseimbangan antar aspek lainnya. Oleh karena itu poin-poin diatas bisa dijadikan sebagai indikator sejauhmana keseriusan perusahaan dalam menerapkan CSR.

1.4.2        Sasaran Program CSR
Sasaran dari Program CSR (CD & RD) adalah:
·         Pemberdayaan SDM lokal (pelajar, pemuda dan mahasiswa termasuk di dalamnya);
·         Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar daerah operasi;
·         Pembangunan fasilitas sosial/umum,
·         Pengembangan kesehatan masyarakat,
·         Sosbud, dan lain-lain

1.4.3        Prinsip-prinsip CSR
Prinsip-Prinsip yang harus dipegang dalam melaksanakan CSR antara lain:
1. Prinsip pertama adalah kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.  
2. Prinsip kedua, CSR merupakan program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit.
3. Prinsip ketiga, CSR akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan sampai kedampaknya.
4.  Prinsip keempat, dana yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan keharga jual produk. CSR yang benar tidak membebani konsumen.
Menurut Prof. Alyson Warshut dari University of Bath Inggris (1998), mengajukan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai berikut :
1.         Prioritas Korporat
Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu utama pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa membuat kebijakan, program dan praktek dalam menjalankan bisnisnya dengan cara yang bertanggungjawab secara sosial.
2.         Manajemen Terpadu
Mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai salah satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen.
3.         Proses Perbaikan
Secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan, program dan kinerja sosial korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan kriteria sosial tersebut secara internasional.

4.         Pendidikan Karyawan
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan.
5.         Pengkajian
Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik.
6.         Produk dan Jasa
Mengembangkan produk dan jasa yang tidak berdampak negatif secara sosial.
7.         Informasi Publik
Memberi informasi dan (bila diperlukan) mendidik pelanggan, distributor dan publik tentang penggunaan aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk, dan begitu pula dengan jasa.
8.         Fasilitas dan Operasi
Mengembangkan, merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.
9.         Penelitian
Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses, emisi, dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana untuk mengurangi dampak negatif.
10.     Prinsip Pencegahan
Memodifikasi manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk atau jasa, sejalan dengan penelitian mutakhir, untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.
11.     Kontraktor dan Pemasok
Mendorong penggunaan prinsip-prinsip tanggungjawab sosial korporat yang dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, disamping itu bila diperlukan mensyaratkan perbaikan dalam praktis bisnis yang dilakukan kontraktor dan pemasok.
12.  Siaga menghadapi darurat
Menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi keadaan berbahaya bekerjasama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul.
13.  Transfer Best Practic
Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang bertanggungjawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
14.  Memberi sumbangan
Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan meningkatkan kesadaran tentang tanggungjawab sosial.
15.  Keterbukaan
Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik, mengantisipasi dan memberi respon terhadap dampak operasi, produk, limbah atau jasa.
16.  Pencapaian dan Pelaporan
Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang-undangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang saham, pekerja, publik.[3]




1.5              Alasan Perusahaan Melakukan CSR
1.5.1        Moralitas 
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Secara umum, MORAL dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
1.5.3 value creation
Arti dari VALUE CREATION adalah menciptakan sesuatu yg bernilai (bermanfaat) bagi masyarakat: produk, lapangan pekerjaan, pajak, dll.
1.5.4 mempertahankan ekonomi tetap bertumbuh
Berikut 4 cara membuat perusahaan tumbuh stabil:
1. Luangkan waktu, tapi siap bergerak cepat ketika diperlukan
Saran ini sepertinya kontradiktif tapi sangat membantu ketika persaingan ada di depan mata. Luangkan waktu untuk memperbaiki produk atau jasa Anda. Lalu, kenali peluang untuk menumbuhkan penjualan. Ketika Anda telah siap, bergeraklah dengan cepat.
2. Investasi di orang yang tepat
Mempekerjakan lebih banyak staf ibarat pedang bermata dua. Anda memiliki modal sumber daya manusia untuk pertumbuhan bisnis, tapi gaji yang dibutuhkan lebih besar.
Hal ini bakal sangat menyakitkan jika perusahaan ternyata tidak tumbuh secepat perkiraan Anda. Oleh karena itu, temukan orang yang tepat di waktu yang tepat sangatlah penting. 
3. Mengawasi arus kas
Ini semua tentang menjalankan bisnis dengan cerdas dan efisien. Banyak perusahaan membuat investasi untuk pemasaran dan sumber daya manusia, tapi tidak cukup waktu dan uang untuk dialokasikan ke investasi, diversifikasi, dan pengembangan rantai pasokan. 
4. Merencanakan masa depan
Pemikiran ini bukan hanya bertindak atas tren yang sedang terjadi. Jika industri yang berkembang sekarang adalah teknologi, maka Anda harus tetap berusaha di atas para pesaing.
 Model Pertumbuhan Organisasi
            Pada permulaan tahun 1970-an Larry Greiner menyatakan bahwa evolusi organisasi dikarakteristikkan oleh tahap pertumbuhan yang panjang dan tenang yang selanjutnya disebut evolusi, kemudian diikuti oleh periode kekacauan yang disebut revolusi.  Model pertumbuhan organisasi meliputi lima tahap, yaitu sebagai berikut :
1)      Kreativitas.
2)      Pengarahan.
3)      Pendelegasian.
4)      Koordinasi.
5)      Kerjasama.

Tahap 1 : Kreativitas
Kreativitas para pendiri organisasi merupakan tahap awal dari evolusi suatu organisasi.  Bentuk kreativitas ini biasanya dalam mengembangkan produknya dan pasar.  Disain organisasi pada tahap ini masih merupakan struktur sederhana dan pengambilan keputusan dikontrol oleh manajer-pemilik atau top manajemen.  Komunikasi antar tingkatan di dalam organisasi berlangsung intensif dan informal.
            Krisis yang muncul pada tahap awal pertumbuhan organisasi adalah krisis kepemimpinan, karena manajer sukar mengelola organisasi dengan hanya mengandalkan pada komunikasi informal.  Oleh karena itu  diperlukan manajemen profesional yang dapat memperkenalkan dan mengimplementasikan manajemen dan tehnik organisasi yang makin kompleks.
            Tahap 2 : Pengarahan
Pada tahap pengarahan desain organisasi makin birokratis, komunikasi antar tingkatan menjadi formal dan spesialisasi pekerjaan mulai diterapkan, seperti aktivitas produksi dan pemasaran.  Pengambilan keputusan pada tahap ini bermuara pada manajemen baru dan manajer tingkat bawah tidak diikut sertakan.  Keadaan ini akan menimbulkan krisis otonomi, dimana manajer tingkat bawah akan mencari pengaruh yang lebih besar di dalam pengambilan keputusan. Pada prinsipnya solusi dari krisis otonomi tersebut adalah pendesentralisasian pengambilan keputusan.
            Tahap 3 : Pendelegasian.  Pada tahap pendelegasian manajer tingkat bawah mempunyai otonomi yang lebih besar dalam menjalankan aktivitas unit kerjanya, sedangkan top manajemen lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategis jangka panjang.  Krisis yang muncul dari tahap pendelegasian adalah krisis kontrol, karena manajer tingkat bawah merasa nyaman dengan otonomi yang diberikan, sedangkan top manajemen merasa takut organisasi akan dibawa ke berbagai arah.  Oleh karena itu diperlukan suatu cara dalam mengelola jalannya roda organisasi.
            Tahap 4 : Koordinasi.  Tahap ini muncul sebagai akibat dari krisis kontrol pada tahap pendelegasian.  Koordinasi sangat diperlukan oleh manajer lini dari unit-unit staf  dan kelompok-kelompok produk dalam menjalankan fungsinya.  Namun adanya koordinasi juga menimbulkan konflik garis-staf yang menyita banyak waktu dan energi, sehingga

 muncul krisis birokrasi.
            Tahap 5 : Kerjasama.  Jalan keluar dari krisis birokrasi pada tahap koordinasi adalah kerjasama yang kuat antar individu di dalam organisasi.  Budaya organisasi menjadi substitusi bagi kontrol formal manajemen organisasi.  Struktur organisasi bergerak ke arah bentuk organik.


1.6              Program Csr
1.6.1 community development
community development dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan.
Secara umum community development dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan. Sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik. Program Community Development memiliki tiga karakter utama yaitu berbasis masyarakat (community based), berbasis sumber daya setempat (local resource based) dan berkelanjutan (sustainable). Dua sasaran yang ingin dicapai yaitu: sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran kesejahteraan. Sasaran pertama yaitu kapasitas masyarakat dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan (empowerment) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses produksi atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan (equity) dengan tidak membedakan status dan keahlian, keamanan (security), keberlanjutan (sustainability) dan kerjasama (cooperation), kesemuanya berjalan secara simultan. 
1.6.2 relation development
Arti Luas :adalah interaksi seseorang dengan segala bentuk, situasi danbidang kehidupan yang menghasilkan kepuasan.pengertian ini menyangkut masalah interaksi verbal, non verbal,interaksi di rapat, kantor, perjalanan, interaksi masalah pribadi,organisasi dll. Dalam interaksi ini, banyak digunakan ukurannilai, sopan santun dan etika.


2.      ATHICAL DECISION MAKING

2.1 etika dalam manajemen bisnis
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal (Muslich, 2004:9). Etika bisnis merupakan aturan tidak tertulis mengenai cara menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak tergantung pada kedudukan individu atau-pun perusahaan di masyarakat.

Aspek dan Sudut Pandang Etika Bisnis 

Menurut Bertens (2000) terdapat tiga aspek dan sudut pandang pokok dari bisnis, yaitu:

1.                  Sudut pandang ekonomi, bisnis adalah kegiatan ekonomis, maksudnya adalah adanya interaksi produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. 
2.                  Sudut pandang etika, dalam bisnis berorientasi pada profit adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Maksudnya adalah, semua yang kita lakukan harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. 
3.                  Sudut pandang hukum, bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dalam praktik hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis pada taraf nasional maupun internasional. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2.2 Pendekatan Etika
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
2.2.1        Utilitarian Approach 
Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2.2.2        Individual Rights Approach
Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
2.2.3        Justice Approach
Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.


2.3      Dimensi Etika

Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi
yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam
suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang
ada dalam organisasi dan diri pribadi.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati.
Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.
2.3.1 konsistensi luas
Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu akan berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan bisnis lainnya.
2.3.2 Alternatif Ganda
Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada.
2.3.3 Akibat Berbeda
Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan dirugikan.
2.3.4 Ketidakpastian Konsekuensi
Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal karyawan tersebut benar-benar kualifaid.
2.3.5 Efek Personal
Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan berpengaruh negatif pada masa depan karir para “sales” tersebut.




2.4      Decision Making

2.4.1 Pengertiaan
Pengambilan keputusan dianggap sebagai proses kognitif sehingga menghasilkan pemilihan kepercayaan atau tindakan di antara beberapa kemungkinan alternatif. Setiap proses pengambilan keputusan menghasilkan pilihan akhir, yang mungkin atau mungkin tidak segera dilakukan. Pengambilan keputusan adalah proses identifikasi dan pemilihan alternatif berdasarkan nilai, preferensi dan kepercayaan pembuat keputusan.
2.4.2 Wujud Decision Making
a. Kabijakan Untuk Mencapai Tujuan Perusahaan
Rencana strategis sangat dibutuhkan oleh sebuah perusahaan agar perusahaan tersebut dapat maju dan berkembang sesuai dengan tujuan perusahaan tersebut. Perusahaan merumuskan visi misi perusahaan sebagai acuan dalam melaksanakan bisnis perusahaan, dalam menentukan strategi bisnis perusahaan
b. Kewajiban Untuk Mencapai Tujuan Masyarakat
(b1) Kebijakan Internal
Kebijakan Internal (Manajerial), yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri.
(b2) Kenijakan Eksternal
Kebijakan eksternal (Publik), yaitu suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum, sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis
C. Tingkatan Kebijakan
(c1) Kebijakan Nominal, UUD 1945, Tap MPR, perpu
(c2) Kebijakan Umum
Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU untuk mencapai tujuan nasional. Presiden berwenang menetapkan kebijakan umum. Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres). 
D . Tahapan Decision Making
Proses adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Pengambilan keputusan adalah proses organisasi karena hal tersebut melebihi individu dan mempunyai efek pada tujuan organisasi.
e. Model Decision Making Proces
Model Pengambilan Keputusan: Model Pengambilan Keputusan Rasional, Administratif dan Retrospektif.
Proses pengambilan keputusan meski logis adalah tugas yang sulit. Semua keputusan dapat dikategorikan menjadi tiga model dasar berikut.

(1) Rasional.
(2) Model Rasionalitas Administrasi atau Bounded.
(3) Model Pembuatan Keputusan Retrospektif


2.5      Komponen Decision Making
2.5.1 Instuisi
Mengambil keputusan yang didasarkan pada naluri, sebenarnya menggunakan perasaan hati nurani pihak yang mengambil keputusan tersebut. Mungkin ia memakai indera keenamnya dan memakai perasaan untuk melihat situasi yang prosesnya berlangsung tidak rasional dimana proses pengambilan keputusan tersebut ada unsur naluri yang mendorong keyakinan ke arah percepatan proses pemutusan.
2.5.2 Pengalalman                   
Dalam memahami suatu permasalahan perlu adanya dukungan pengalaman. Pengalaman memberi petunjuk, membantu membedakan dan melihat situasi yang telah lalu, memanfaatkan pengetahuan praktis dan menerima keputusan dari pihak-pihak lain. Pengambilan keputusan yang sukses di masa lalu belum tentu akan sukses di masa mendatang. Pengalaman perlu dimanfaatkan tetapi tidak perlu terikat.

2.5.3 Fakta
Fakta adalah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan.  Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya, baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.



2.5.4 Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
                                  
2.5.5.Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semuan unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.

2.6      Ethical Decision Making Principles
       
2.6.1 Autonoumy
Otonomi adalah prinsip yang membahas konsep kemerdekaan. Inti dari prinsip ini adalah membiarkan seseorang kebebasan memilih dan bertindak. Ini membahas tanggung jawab konselor untuk mendorong klien, bila perlu, membuat keputusan sendiri dan bertindak berdasarkan nilai mereka sendiri. Ada dua pertimbangan penting dalam mendorong klien menjadi otonom. Pertama, membantu klien memahami bagaimana keputusan dan nilai mereka mungkin atau mungkin tidak diterima dalam konteks masyarakat tempat mereka tinggal, dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi hak orang lain. Pertimbangan kedua terkait dengan kemampuan klien untuk membuat keputusan yang masuk akal dan rasional. Orang yang tidak mampu membuat pilihan yang kompeten, seperti anak-anak, dan beberapa individu dengan cacat mental, seharusnya tidak diizinkan untuk bertindak berdasarkan keputusan yang dapat merugikan diri mereka sendiri atau orang lain.
2.6.2 Non-maleficence
Nonmaleficence adalah konsep yang tidak merugikan orang lain. Sering dijelaskan sebagai "di atas semua tidak ada salahnya", prinsip ini dianggap oleh beberapa orang sebagai yang paling kritis terhadap semua prinsip, walaupun secara teoritis mereka memiliki bobot yang sama (Kitchener, 1984; Rosenbaum, 1982; Stadler, 1986). Prinsip ini mencer minkan gagasan untuk tidak menimbulkan kerugian yang disengaja, dan tidak terlibat dalam tindakan yang berisiko merugikan orang lain.
2.6.3 Beneficence
Beneficence mencerminkan tanggung jawab konselor untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan klien. Cukup dinyatakan itu berarti melakukan yang baik, bersikap proaktif dan juga untuk mencegah bahaya bila memungkinkan.
2.6.4 Justice
Keadilan tidak berarti memperlakukan semua individu sama. Kitchener (1984) menunjukkan bahwa makna formal keadilan adalah "memperlakukan sama dengan persamaan dan ketidaksetaraan yang tidak sama namun sesuai dengan perbedaan yang relevan mereka" (hal.49). Jika seorang individu diperlakukan berbeda, konselor harus dapat menawarkan alasan yang menjelaskan perlunya dan kesesuaian untuk memperlakukan individu ini secara berbeda.
2.6.5 Fidelity
Kesetiaan melibatkan gagasan tentang kesetiaan, kesetiaan, dan penghormatan terhadap komitmen. Klien harus dapat mempercayai konselor dan memiliki keyakinan akan hubungan terapeutik jika pertumbuhan terjadi. Oleh karena itu, konselor harus berhati-hati untuk tidak mengancam hubungan terapeutik atau membiarkan kewajiban tidak terpenuhi.

2.7      Ciri-ciri Pengambilan keputusan yang Etis

·         Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah.
·         Sering menyangkut pilihan yang sukar.
·         Tidak mungkin dielakkan.
·         Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial.


2.8      Kriteria pengambilan keputusan yang etis
1.      Pendekatan bermanfaat
Pendekatan bermanfaat(utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
2.      Pendekatan individualisme
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu.
3.      Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
-hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
-hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.
-hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
-hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
-hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.
-hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.
2.81.Utilitarian approach
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.

2.8.2 Individualim Approach
            Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.

2.8.3Conceptial approach

2.9      Pilihan pilihan etis seorang manajer
1  Tingkat prekonvesional =mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman. Bertindak dalam kepentingannya sendiri.
2  Tingkat konvensional =menghidupkan pengharapan oranglai. Memenuhi kewajiban sistem sosial. Menjujnjung hukum.
3  Tingkat poskonvensional=mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri. Mengetahui bahwa orang-orang menganut nilai-nilai yang berbeda dan mencari solusi kreatif untuk mengatasi dilema etika. Menyeimbangkan kepentingan diri dan kepentingan orang banyak.

2.10.Teori teori pengambilan keputusan berdasarkan etika dan moral
1.    Teori  Utilitarisme:
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, meminimalkan ketidaksenangan.
2.    Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik. Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan
3.    Teori Hedonisme:
Menurut Aristippos , sesui kodratnya, setiap  manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan.
4.    Teori Eudemonisme:
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles , bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita

2.11.Faktor faktor yang mempengaruhi Ethical Decision Making
 Tahap Perkembangan Moral,
            Sesustu penilaian dari kapasitas seseorang untuk menimbang-nimbang apakah yang secara besar, makin tinggi perkembangan moral seseorang makin kurang bergantung ia pada pengaruh-pengaruh luar dan makin cendurung berlaku etis.

2.      Lingkungan organisasi,
            Merujuk ke persepsi karyawan mengenai pengharapan organissasional.

3.      Tempat Kedudukan Kendali,
            Hal ini tidak lepas dengan struktur organisasi. Keputusan Yang Etis Suatu Keharusan Mengapa keputusan yang etis suatu keharusan, karena setiap individu, maupun kelompok, lembaga, dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang perlu dilakukan atau diambil, yang sewaktu-waktu sukar ditentukan. Secara tak terelakan manusia setiap saat mengambil keputusan dan memikul tanggungjawabnya. Yang kita butuhkan adalah pengambilan keputusan secara aktif bukan pasif membiarkan keputusan ditetapkan oleh orang lain.
            Dalam kasus tertentu keputusan perlu diambil secara aktif, dengan alasan telah dipertimbangkan secara matang, karena tidak baik menyerah kepada nasib. Keputusan Yang Dipengaruhi Tabiat Tabiat adalah susunan batin seseorang yang memberikan arah dan ketertiban kepada keinginan, kesukaan dan kebahagiaan. Susunan itu dibentuk oleh interaksi antara diri seseorang dengan lingkungan sosialnya. Tabiat tidak sama dengan watak. Watak adalah bentuk diri kita secara alamiah dan dibawa mulai dari lahir.Watak bersifat tetap.Sedangkan tabiat berkembang dan berubah sepanjang hidup kita. Watak adalah bahan mentah tabiat kita.Cara kita mengolah bahan mentah itu adalah tanggungjawab kita. Tabiat beda dengan kepribadian (personality). Seperti tabiat, kepribadian juga bersifat kontinuitas, tetapi dapat juga berkembang dan berubah.

Yang terpenting adalah etika atau norma yang kita peroleh dari keluarga, ibu-bapak, dan saudara, seharusnya meresap ke dalam diri kita sebelum kita dihadapkan dan mampu menilai pengaruh lingkungan sosial. Hubungan Antara Tabiat Dan Lingkungan Sosial Etika atau norma dan nilai-nilai masyarakat akan merasap ke dalam diri kita. Hubungan kita dengan orang lain (sosial) turut serta membentuk identitas kita. Namun kepribadian kita bukan semata-mata dipengaruhui oleh masyarakat atau lingkungan sosial.Sebagai manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan, bukan objek yang menenerima segala sesuatu.Tabiat memiliki identitas sendiri dan berdiri dalam lingkungannya.Memang kita dipengaruhi oleh lingkungan kita, tetapi kelakuan dan pandangan kita ikut serta melanjutkan dan mengubah lingkungan kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar