MAKALAH
MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BISNIS
JUDUL
: CORPORATE RESPONSIBILITY AND ETHICAL DECISION MAKING
DISUSUN
OLEH
RONI SAPUTRA SITOHANG/214320005
AGRIBISNIS
- B
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
METHODIST INDONESIA
MEDAN
2017
1. CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
1.1
Pengertian CSR
CSR (Corporate
Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada, seperti melakukan suatu
kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga
lingkungan, memberikan beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut, dana
untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk membangun desa/fasilitas
masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi yang
digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai
sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka
panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitabilityperusahaan.
1.2
Kegiatan dan Pilar Kegiatan CSR
1. PROMOSI
KEGIATAN SOSIAL (CAUSE PROMOTIONS)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan
menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk
mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga
sukarela untuk suatu kegiatan tertentu
· Fokus utama dari kategori
aktivitas CSR ini adalah komunikasi persuasif, dengan tujuan menciptakan
kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial
2. PEMASARAN TERKAIT KEGIATAN
SOSIAL (CAUSE RELATED MARKETING)
· Ketika sebuah perusahaan
menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan
disumbangkan untuk kegiatan social tertentu, maka perusahaan tersebut sedang
melakukan apa yang disebut sebagai cause related marketing (CRM).
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan
memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannnya
untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk.
· Kegiatan ini biasanya didasarkan
kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu serta untuk
aktivitas derma tertentu.
· Untuk konteks Indonesia,
pelaksanaan cause related marketing terutama ditujukan untuk kegiatan
beasiswa, penyediaan air bersih, pemberian layanan kesehatan, pengembangan
usaha kecil dan menengah.
3. PEMASARAN KEMASYARAKATAN
KORPORAT (CORPORATE SOCIETAL MARKETING)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan
mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat
dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga
kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
· Corporate social
marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu.
· Dalam cause related
marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan
produknya, baik itu barang atau jasa, dimana sebagian dari keuntungan yang
didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah
masalah tertentu.
4. KEGIATAN FILATROPI PERUSAHAAN
(CORPORATE PHILANTHROPY)
· Corporate philanthropy mungkin
merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua.
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan
memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat
tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai,
bingkisan/paket bantuan atau pelayanan secara cuma-cuma.
· Kegiatan filantropi biasanya
berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial yang menjadi prioritas perhatian
perusahaan.
· Berbagai program corporate
philanthropy yang dilaksanakan perusahaan antara lain:
a. Program corporate
philanthropy dalam bentuk sumbangan uang tunai.
b. Program corporate
philanthropy dalam bentuk bantuan hibah.
c. Program corporate
philanthropy dalam bentuk penyediaan beasiswa.
d. Program corporate
philanthropy dalam bentuk pemberian produk.
e. Program corporate
philanthropy dalam bentuk pemberian layanan cuma-cuma.
f. Program corporate
philanthropy dalam bentuk penyediaan keahlian teknis oleh karyawan
perusahaan secara cuma-cuma.
g. Program corporate
philanthropy dengan mengijinkan penggunaan fasilitas dan saluran
distribusi yang dimiliki perusahaan untuk digunakan bagi kegiatan sosial.
h. Program corporate
philanthropy yang dilakukan perusahaan dengan cara menawarkan penggunaan
peralatan yang dimiliki oleh perusahaan.
5. PEKERJA SOSIAL KEMASYARAKATAN
SECARA SUKARELA (COMMUNITY VOLUNTEERING)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan
mendukung dan mendorong para karyawan, rekan pedagang eceran atau para
pemegang franchise agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna
membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi
sasaran program.
· Bentuk dukungan perusahaan kepada
karyawannya untuk melaksanakan program community volunteering antara
lain:
a. Memasyarakatkan etika perusahaan
melalui komunikasi korporat yang akan mendorong karyawan untuk menjadi
sukarelawan bagi komunitas.
b. Menyarankan kegiatan social atau
aktivitas amal tertentu yang bisa diikuti oleh para karyawan.
c. Mengorganisir tim sukarelawan
untuk suatu kegiatan sosial.
d. Membantu para karyawan menemukan
kegiatan sosial yang akan dilaksanakan melalui survey ke wilayah yang
diperkirakan membutuhkan bantuan sukarelawan, mencari informasi
melaluiwebsite atau dalam beberapa kasus dengan menggunakan softwarekhusus
yang akan melacak aktivitas sosial yang cocok dengan minat karyawan yang akan
menjadi tenaga sukarelawan.
e. Menyediakan waktu cuti dengan
tanggungan perusahaan bagi karyawan yang bersedia menjadi tenaga relawan.
f. Memberikan penghargaan dalam
bentuk uang untuk jumlah jam yang digunakan karyawan tersebut sebagai
sukarelawan.
g. Memberikan penghormatan kepada
para karyawan yang terlibat dalam kegiatan sukarela, seperti memberikan
penghargaan berupa penyematan pin maupun pemberian plakat.
h. Memperbaiki proses produksi,
misalnya : melakukan penyaringan terhadap limbah sebelum dibuang ke alam bebas,
untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan, menggunakan
pembungkus yang dapat didaur ulang (ramah lingkungan).
i. Menghentikan produk-produk yang
dianggap berbahaya tapi tidak illegal.
j. Hanya menggunakan distributor
yang memenuhi persyaratan dalam menjaga lingkungan hidup.
k. Membuat batasan umur dalam
melakukan penjualan, misalnya barang-barang tertentu tidak akan dijual kepada
anak yang belum berumur 18 tahun.
6. PRAKTIK
BISNIS YANG MEMILIKI TANGGUNG JAWAB SOSIAL (SOCIALLY RESPONSIBLE BUSINESS
PRACTICE)
· Pada aktivitas CSR ini perusahaan
melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh
hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup.
· Komunitas dalam hal ini mencakup
karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang
menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum.
· Kesejahteraan dalam hal ini
mencakup di dalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan
kebutuhan psikologis dan emosional.
· Beberapa aktivitas yang termasuk
ke dalam socially responsible business practice antara lain:
a. Membuat fasilitas yang memenuhi
bahkan melebihi tingkat keamanan lingkungan dan keselamatan yang ditetapkan.
b. Mengembangkan perbaikan proses
produksi barang dan jasa seperti berbagai kegiatan untuk mengurangi penggunaan
bahan-bahan yang berbahaya, megurangi penggunaan bahan kimia dalam proses
peningkatan pertumbuhan tanaman pangan.
c. Menghentikan penawaran produk
yang ditenggarai membahayakan kesehatan manusia meskipun produk itu legal.
d. Memilih pemasok berdasarkan kriteria
kesediaan mereka menerapkan dan memelihara aktivitas substainable
development.
e. Memilih perusahaan manufaktur
dan bahan kemasan yang paling ramah lingkungan dengan berbagai kriteria
seperti: perusahaan tersebut memiliki tujuan mengurangi penggunaan sumber daya
secara sia-sia, menggunakan sumber daya yang bisa di daur ulang serta
mengurangi terjadinya pembuangan racun ke lingkungan.
f. Melakukan pelaporan secara
terbuka mengenai material produk yang digunakan berikut asal-usulnya, potensi
bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan produk serta berbagai informasi lain
yang berguna bagi konsumen.
g. Mengembangkan berbagai program
untuk menunjang terciptanya kesejahteraan masyarakat.
PROGRAM
KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN / PKBL
(JENIS
PROGRAM CSR BADAN USAHA MILIK NEGARA – BUMN INDONESIA)
· PKBL
adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, dimana PKBL adalah istilah CSR
untuk BUMN di seluruh Indonesia.
· Dasar
hukum PKBL adalah Peraturan Menteri BUMN Nomor 4 Tahun 2007, bahwa setiap BUMN
wajib membentuk unit kerja khusus yang menangani langsung masalah pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat dimana besaran alokasi PKBL tersebut bernilai 2% dari
laba bersih.
· Isu-isu
PKBL meliputi:
a. Program
Kemitraan yang mayoritas dengan UMKM.
b. Program
Bina Lingkungan, terbagi:
ü Bantuan
Bencana Alam
ü Kesehatan
Masyarakat
ü Pendidikan
dan Pelatihan Masyarakat
ü Keagamaan
ü Pengembangan
Sarana Umum
ü Pelestarian
Alam
Pilar
dari kegiatan CSR adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan kapasitas SDM di
lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.
2. Penguatan
ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja perusahaan.
3. Pemeliharaan hubungan relasional
antara korporasi dan lingkungan sosialnya yang tidak dikelola dengan baik
sering mengundang kerentanan konflik.
4. Perbaikan
tata kelola perusahaan yang baik
5. Pelestarian
lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.
1.3
Regulasi CSR
Regulasi
CSR adalah bagaimana suatu perusahan bertanggungjawab atas lingkungan dan
memiliki aturan yang diawasi langsung pemerintah melalui peraturan
undang-undang.
1.3.1
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Konsep
CSR yang terdapat dalam UU Perseroan Terbatas juga mencakup lingkungan. Jadi,
secara resmi, UU ini menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(TJSL). UU ini mengatur kewajiban bagi perseroan yang berkaitan dengan sumber
daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal
74 ayat (1) UU PT berbunyi, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.” Bila ketentuan ini tidak dijalankan, maka ada
sanksi yang akan dijatuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1.3.2
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas
Pemerintah
menerbitkan PP No. 47 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 74 UU
PT di atas. PP No. 47 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono ini hanya berisi sembilan pasal. Salah satu yang diatur
adalah mekanisme pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan.
Pasal
4 ayat (1) PP No. 47 Tahun 2012 menyebutkan, “Tanggung jawab sosial dan
lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan
Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan
anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.”
1.3.3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
UU
Penanaman Modal juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR. Pasal 15 huruf b
berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban: melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan.” Penjelasan Pasal 15 huruf menambahkan bahwa yang
dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.
1.3.4
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
UU
Minyak dan Gas Bumi memang tidak secara tersurat mengatur tanggung jawab sosial
perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada satu aturan yang secara
tersirat menyinggung mengenai CSR. Ketentuan itu adalah Pasal 11 ayat (3) huruf
p, yang berbunyi, “Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib memuat palin sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: pengembangan
masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.”
1.3.5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
UU
Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi
menggunakan istilah program pengembangan dan pemerdayaan masyarakat. Pasal 108
ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa “Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan)
dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib menyusun program pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat.”
Pasal
1 angka 28 UU Minerba mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai “usaha
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun
kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.”
1.3.6
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara
PP
No. 23 Tahun 2010 merupakan aturan pelaksana dari UU Minerba. PP ini
menjelaskan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang
telah disinggung oleh UU Minerba. Ada satu bab khusus, yakni BAB XII, yang
terdiri dari empat pasal yang mengatur pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat.
Salah
satunya adalah Pasal 108 yang berbunyi, “Setiap pemegang IUP Operasi Produksi
dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Pelanggaran
terhadap kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
1.3.7
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
UU
Panas Bumi juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan. UU ini menyebutkan istilah tanggung jawab sosial
perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus. Pasal 65 ayat (2) huruf b
berbunyi: “Dalam pelaksanaan pelenyelenggaraaan Panas Bumi masyarakat
berhak untuk: memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan Panas Bumi melalui
kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dan/atau
pengembangan masyarakat sekitar.”
1.3.8
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
Setidaknya
ada dua pasal yang menyinggung CSR dalam UU No. 13 Tahun 2011. Pertama, Pasal
36 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan dalam
penanganan fakir miskin, adalah dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan.
Ketentuan ini ditegas oleh Pasal 36 ayat (2) yang berbunyi, “Dana yang
disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin.”
Selain
itu, ada pula Pasal 41 yang menggunakan istilah pengembangan masyarakat. Pasal
41 ayat (3) menjelaskan bahwa pelaku usaha berperan serta dalam menyediakan
dana pengembangan masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial
terhadap penanganan fakir miskin.
1.4
Strategi Pengendalian CSR
1.4.1
Sifat Pelaksanaan CSR
semua aspek dalam perusahaan, baik ekonomi, sosial,
kesejahteraan dan lingkungan tidak bisa lepas dari koridor tanggungjawab sosial
perusahaan. Oleh karena itu dalam CSR tercakup didalamnya empat landasan pokok
yang antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan (Tanari, 2009),
diantaranya:
a. Landasan
pokok CSR dalam aktivitas ekonomi, meliputi:
- kinerja
keuangan berjalan baik
- investasi
modal berjalan sehat
- kepatuhan
dalam pembayaran pajak
- tidak
terdapat praktik suap/korupsi
- tidak
ada konflik kepentingan
- tidak
dalam keadaan mendukung rezim yang korup
- menghargai
hak atas kemampuan intelektual/paten
- tidak
melakukan sumbangan politis/ lobi
b. Landasan pokok
CSR dalam isu lingkungan hidup, meliputi:
– tidak
melakukan pencemaran
– tidak
berkontribusi dalam perubahan iklim
– tidak
berkontribusi atas limbah
– tidak
melakukan pemborosan air
– tidak
melakukan praktik pemborosan energi
– tidak
melakukan penyerobotan lahan
– tidak
berkontribusi dalam kebisingan
– menjaga
keanekaragaman hayati
c. Landasan
pokok CSR dalam isu sosial, meliputi:
– menjamin kesehatan
karyawan atau masyarakat yang terkena dampak
– tidak
mempekerjakan anak
– memberikan
dampak positif terhadap masyarakat
– melakukan
proteksi konsumen
– menjunjung keberanekaragaman
– menjaga
privasi
– melakukan
praktik derma sesuai dengan kebutuhan
– bertanggungjawab
dalam proses outsourcing dan off-shoring
– akses
untuk memperoleh barang-barang tertentu dengan harga wajar
d. Landasan
pokok CSR dalam isu kesejahteraan
– memberikan
kompensasi terhadap karyawan
– memanfaatkan
subsidi dan kemudahan yang diberikan pemerintah
– menjaga
kesehatan karyawan
– menjaga
keamanan kondisi tempat kerja
– menjaga
keselamatan dan Kesehatan Kerja
– menjaga
keseimbangan kerja/hidup
Landasan
diatas memberikan sebuah gambaran bahwa CSR bukanlah hal yang parsial,
melainkan suatu urusan yang komperhensif. Tidak tepat jika perusahaan hanya
fokus pada aspek lingkungan hidup, namun abai dalam aspek kesejahteraan
karyawan dan ketidakseimbangan antar aspek lainnya. Oleh karena itu
poin-poin diatas bisa dijadikan sebagai indikator sejauhmana keseriusan
perusahaan dalam menerapkan CSR.
1.4.2
Sasaran Program CSR
Sasaran
dari Program CSR (CD & RD) adalah:
·
Pemberdayaan SDM lokal (pelajar, pemuda
dan mahasiswa termasuk di dalamnya);
·
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar
daerah operasi;
·
Pembangunan fasilitas sosial/umum,
·
Pengembangan kesehatan masyarakat,
·
Sosbud, dan lain-lain
1.4.3
Prinsip-prinsip CSR
Prinsip-Prinsip
yang harus dipegang dalam melaksanakan CSR antara lain:
1. Prinsip pertama adalah
kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan
terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang
dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi
bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu
menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.
2. Prinsip kedua, CSR merupakan
program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah bisnis bisa
tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di sekitarnya. Karena
itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan
masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau
mengejar profit.
3. Prinsip ketiga, CSR akan berdampak
positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial.
Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan sampai
kedampaknya.
4. Prinsip keempat, dana yang
diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan
sebagaimana budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan
keharga jual produk. CSR yang benar tidak membebani konsumen.
Menurut
Prof. Alyson Warshut dari University of Bath Inggris (1998),
mengajukan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)
sebagai berikut :
1. Prioritas
Korporat
Mengakui
tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu utama
pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa membuat kebijakan,
program dan praktek dalam menjalankan bisnisnya dengan cara yang
bertanggungjawab secara sosial.
2. Manajemen
Terpadu
Mengintegrasikan
kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai salah
satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen.
3. Proses
Perbaikan
Secara
berkesinambungan memperbaiki kebijakan, program dan kinerja sosial korporat,
berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan
kriteria sosial tersebut secara internasional.
4. Pendidikan
Karyawan
Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan.
5. Pengkajian
Melakukan
kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru dan sebelum
menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik.
6. Produk
dan Jasa
Mengembangkan
produk dan jasa yang tidak berdampak negatif secara sosial.
7. Informasi
Publik
Memberi
informasi dan (bila diperlukan) mendidik pelanggan, distributor dan publik
tentang penggunaan aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk, dan begitu
pula dengan jasa.
8. Fasilitas
dan Operasi
Mengembangkan,
merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang
mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.
9. Penelitian
Melakukan
atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses, emisi, dan
limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana
untuk mengurangi dampak negatif.
10. Prinsip
Pencegahan
Memodifikasi
manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk atau jasa, sejalan dengan
penelitian mutakhir, untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.
11. Kontraktor
dan Pemasok
Mendorong
penggunaan prinsip-prinsip tanggungjawab sosial korporat yang dijalankan
kalangan kontraktor dan pemasok, disamping itu bila diperlukan mensyaratkan
perbaikan dalam praktis bisnis yang dilakukan kontraktor dan pemasok.
12. Siaga
menghadapi darurat
Menyusun
dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi keadaan
berbahaya bekerjasama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang dan
komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul.
13. Transfer
Best Practic
Berkontribusi
pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang bertanggungjawab secara
sosial pada semua industri dan sektor publik.
14. Memberi
sumbangan
Sumbangan
untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga
pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan
meningkatkan kesadaran tentang tanggungjawab sosial.
15. Keterbukaan
Menumbuhkembangkan
keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik, mengantisipasi dan memberi
respon terhadap dampak operasi, produk, limbah atau jasa.
16. Pencapaian
dan Pelaporan
Mengevaluasi
kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji
pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang-undangan dan
menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang saham, pekerja,
publik.[3]
1.5
Alasan Perusahaan Melakukan CSR
1.5.1
Moralitas
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang
menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas
mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Secara umum, MORAL dapat diartikan sebagai batasan pikiran,
prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan
buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak
seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain.
Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya
dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan
masyarakatnya.
1.5.3
value creation
Arti dari VALUE CREATION adalah
menciptakan sesuatu yg bernilai (bermanfaat) bagi masyarakat: produk, lapangan
pekerjaan, pajak, dll.
1.5.4 mempertahankan
ekonomi tetap bertumbuh
Berikut 4 cara membuat perusahaan tumbuh stabil:
1. Luangkan waktu, tapi siap bergerak cepat ketika diperlukan
Saran ini
sepertinya kontradiktif tapi sangat membantu ketika persaingan ada di depan
mata. Luangkan waktu untuk memperbaiki produk atau jasa Anda. Lalu, kenali
peluang untuk menumbuhkan penjualan. Ketika Anda telah siap, bergeraklah dengan
cepat.
2. Investasi
di orang yang tepat
Mempekerjakan
lebih banyak staf ibarat pedang bermata dua. Anda memiliki modal sumber daya
manusia untuk pertumbuhan bisnis, tapi gaji yang dibutuhkan lebih besar.
Hal ini
bakal sangat menyakitkan jika perusahaan ternyata tidak tumbuh secepat
perkiraan Anda. Oleh karena itu, temukan orang yang tepat di waktu yang tepat
sangatlah penting.
3. Mengawasi
arus kas
Ini semua
tentang menjalankan bisnis dengan cerdas dan efisien. Banyak perusahaan membuat
investasi untuk pemasaran dan sumber daya manusia, tapi tidak cukup waktu dan
uang untuk dialokasikan ke investasi, diversifikasi, dan pengembangan rantai
pasokan.
4.
Merencanakan masa depan
Pemikiran
ini bukan hanya bertindak atas tren yang sedang terjadi. Jika industri yang berkembang
sekarang adalah teknologi, maka Anda harus tetap berusaha di atas para pesaing.
Model Pertumbuhan Organisasi
Pada
permulaan tahun 1970-an Larry Greiner menyatakan bahwa evolusi organisasi
dikarakteristikkan oleh tahap pertumbuhan yang panjang dan tenang yang
selanjutnya disebut evolusi, kemudian diikuti oleh periode kekacauan yang
disebut revolusi. Model pertumbuhan organisasi meliputi lima tahap, yaitu
sebagai berikut :
1) Kreativitas.
2) Pengarahan.
3) Pendelegasian.
4) Koordinasi.
5) Kerjasama.
Tahap 1 : Kreativitas.
Kreativitas para pendiri organisasi merupakan tahap
awal dari evolusi suatu organisasi. Bentuk kreativitas ini biasanya dalam
mengembangkan produknya dan pasar. Disain organisasi pada tahap ini masih
merupakan struktur sederhana dan pengambilan keputusan dikontrol oleh
manajer-pemilik atau top manajemen. Komunikasi antar tingkatan di dalam organisasi berlangsung intensif dan
informal.
Krisis
yang muncul pada tahap awal pertumbuhan organisasi adalah krisis kepemimpinan,
karena manajer sukar mengelola organisasi dengan hanya mengandalkan pada
komunikasi informal. Oleh karena itu diperlukan manajemen
profesional yang dapat memperkenalkan dan mengimplementasikan manajemen dan tehnik
organisasi yang makin kompleks.
Tahap
2 : Pengarahan.
Pada tahap pengarahan desain organisasi makin birokratis, komunikasi antar
tingkatan menjadi formal dan spesialisasi pekerjaan mulai diterapkan, seperti
aktivitas produksi dan pemasaran. Pengambilan keputusan pada tahap ini
bermuara pada manajemen baru dan manajer tingkat bawah tidak diikut
sertakan. Keadaan ini akan menimbulkan krisis otonomi, dimana manajer
tingkat bawah akan mencari pengaruh yang lebih besar di dalam pengambilan
keputusan. Pada prinsipnya solusi dari krisis otonomi tersebut adalah
pendesentralisasian pengambilan keputusan.
Tahap
3 : Pendelegasian. Pada tahap pendelegasian manajer tingkat bawah
mempunyai otonomi yang lebih besar dalam menjalankan aktivitas unit kerjanya,
sedangkan top manajemen lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategis jangka
panjang. Krisis yang muncul dari tahap pendelegasian adalah krisis
kontrol, karena manajer tingkat bawah merasa nyaman dengan otonomi yang
diberikan, sedangkan top manajemen merasa takut organisasi akan dibawa ke
berbagai arah. Oleh karena itu
diperlukan suatu cara dalam mengelola jalannya roda organisasi.
Tahap
4 : Koordinasi. Tahap ini
muncul sebagai akibat dari krisis kontrol pada tahap pendelegasian.
Koordinasi sangat diperlukan oleh manajer lini dari unit-unit staf dan
kelompok-kelompok produk dalam menjalankan fungsinya. Namun adanya
koordinasi juga menimbulkan konflik garis-staf yang menyita banyak waktu dan
energi, sehingga
muncul krisis birokrasi.
Tahap
5 : Kerjasama. Jalan keluar dari krisis birokrasi pada tahap
koordinasi adalah kerjasama yang kuat antar individu di dalam organisasi.
Budaya organisasi menjadi substitusi bagi kontrol formal manajemen
organisasi. Struktur organisasi bergerak ke arah bentuk organik.
1.6
Program Csr
1.6.1
community development
community development dapat
didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk
memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang
lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan.
Secara
umum community development dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan
masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai
kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
sebelum adanya kegiatan pembangunan. Sehingga masyarakat di tempat tersebut
diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan
yang lebih baik. Program Community Development memiliki tiga karakter utama
yaitu berbasis masyarakat (community based), berbasis sumber daya setempat
(local resource based) dan berkelanjutan (sustainable). Dua sasaran yang ingin
dicapai yaitu: sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran kesejahteraan. Sasaran
pertama yaitu kapasitas masyarakat dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan
(empowerment) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses produksi atau
institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan (equity) dengan tidak
membedakan status dan keahlian, keamanan (security), keberlanjutan
(sustainability) dan kerjasama (cooperation), kesemuanya berjalan secara
simultan.
1.6.2
relation development
Arti Luas :adalah interaksi seseorang dengan segala bentuk,
situasi danbidang kehidupan yang menghasilkan kepuasan.pengertian ini
menyangkut masalah interaksi verbal, non verbal,interaksi di rapat, kantor,
perjalanan, interaksi masalah pribadi,organisasi dll. Dalam interaksi ini,
banyak digunakan ukurannilai, sopan santun dan etika.
2. ATHICAL
DECISION MAKING
2.1 etika dalam manajemen bisnis
Pengertian
Etika Bisnis
Etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan
dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku
secara universal (Muslich, 2004:9). Etika bisnis merupakan aturan tidak
tertulis mengenai cara menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang
berlaku dan tidak tergantung pada kedudukan individu atau-pun perusahaan di
masyarakat.
Aspek dan Sudut
Pandang Etika Bisnis
Menurut Bertens (2000) terdapat tiga aspek dan sudut pandang
pokok dari bisnis, yaitu:
1.
Sudut pandang ekonomi,
bisnis adalah kegiatan ekonomis, maksudnya adalah adanya interaksi
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan produsen dalam sebuah
organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung
oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis
tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan
berbagai pihak.
2.
Sudut pandang etika,
dalam bisnis berorientasi pada profit adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Maksudnya
adalah, semua yang kita lakukan harus menghormati kepentingan dan hak orang
lain.
3.
Sudut pandang hukum,
bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan Hukum Dagang atau
Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dalam
praktik hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis pada taraf nasional
maupun internasional. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang
normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
2.2 Pendekatan Etika
Tiga
pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
2.2.1
Utilitarian Approach
Setiap tindakan harus didasarkan
pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya
mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2.2.2
Individual Rights Approach
Setiap orang dalam tindakan dan
kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun
tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan
terjadi benturan dengan hak orang lain.
2.2.3
Justice Approach
Para pembuat keputusan mempunyai
kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
2.3
Dimensi Etika
Pada
pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi
yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam
suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang
ada dalam organisasi dan diri pribadi.
yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam
suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang
ada dalam organisasi dan diri pribadi.
Kata
etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat
tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani,
Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan
fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan
suara hati.
Etika
juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang
tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya.
Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang
kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya
dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta
tentang kearifannya dalam bertindak.
2.3.1
konsistensi luas
Konsekuensi
Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena
menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan
penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu
akan berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan
bisnis lainnya.
2.3.2
Alternatif Ganda
Alternatif
Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan
dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan
dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara
terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada.
2.3.3
Akibat Berbeda
Akibat
Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan
akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan
pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin
akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di
satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan
dirugikan.
2.3.4
Ketidakpastian Konsekuensi
Ketidakpastian
Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak
diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan
tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal
karyawan tersebut benar-benar kualifaid.
2.3.5
Efek Personal
Efek
Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan
keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si
karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para
pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan
berpengaruh negatif pada masa depan karir para “sales” tersebut.
2.4
Decision Making
2.4.1
Pengertiaan
Pengambilan
keputusan dianggap sebagai proses kognitif sehingga menghasilkan pemilihan
kepercayaan atau tindakan di antara beberapa kemungkinan alternatif. Setiap
proses pengambilan keputusan menghasilkan pilihan akhir, yang mungkin atau
mungkin tidak segera dilakukan. Pengambilan keputusan adalah proses
identifikasi dan pemilihan alternatif berdasarkan nilai, preferensi dan
kepercayaan pembuat keputusan.
2.4.2
Wujud Decision Making
a.
Kabijakan Untuk Mencapai Tujuan Perusahaan
Rencana
strategis sangat dibutuhkan oleh sebuah perusahaan agar perusahaan tersebut
dapat maju dan berkembang sesuai dengan tujuan perusahaan tersebut. Perusahaan
merumuskan visi misi perusahaan sebagai acuan dalam melaksanakan bisnis
perusahaan, dalam menentukan strategi bisnis perusahaan
b.
Kewajiban Untuk Mencapai Tujuan Masyarakat
(b1)
Kebijakan Internal
Kebijakan
Internal (Manajerial), yaitu kebijakan
yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri.
(b2)
Kenijakan Eksternal
Kebijakan
eksternal (Publik), yaitu suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum,
sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis
C.
Tingkatan Kebijakan
(c1)
Kebijakan Nominal, UUD 1945, Tap MPR, perpu
(c2)
Kebijakan Umum
Kebijakan
umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU untuk
mencapai tujuan nasional. Presiden berwenang menetapkan kebijakan umum.
Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk Peraturan Pemerintah (PP),
Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres).
D
. Tahapan Decision Making
Proses
adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
Pengambilan keputusan adalah proses organisasi karena hal tersebut melebihi
individu dan mempunyai efek pada tujuan organisasi.
e.
Model Decision Making Proces
Model
Pengambilan Keputusan: Model Pengambilan Keputusan Rasional, Administratif dan
Retrospektif.
Proses
pengambilan keputusan meski logis adalah tugas yang sulit. Semua keputusan
dapat dikategorikan menjadi tiga model dasar berikut.
(1) Rasional.
(1) Rasional.
(2)
Model Rasionalitas Administrasi atau Bounded.
(3)
Model Pembuatan Keputusan Retrospektif
2.5
Komponen Decision Making
2.5.1
Instuisi
Mengambil
keputusan yang didasarkan pada naluri, sebenarnya menggunakan perasaan hati
nurani pihak yang mengambil keputusan tersebut. Mungkin ia memakai indera
keenamnya dan memakai perasaan untuk melihat situasi yang prosesnya berlangsung
tidak rasional dimana proses pengambilan keputusan tersebut ada unsur naluri
yang mendorong keyakinan ke arah percepatan proses pemutusan.
2.5.2
Pengalalman
Dalam memahami suatu
permasalahan perlu adanya dukungan pengalaman. Pengalaman memberi petunjuk,
membantu membedakan dan melihat situasi yang telah lalu, memanfaatkan
pengetahuan praktis dan menerima keputusan dari pihak-pihak lain. Pengambilan
keputusan yang sukses di masa lalu belum tentu akan sukses di masa mendatang.
Pengalaman perlu dimanfaatkan tetapi tidak perlu terikat.
2.5.3 Fakta
Fakta adalah segala sesuatu yang tertangkap
oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang
terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan.
Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang
sebenarnya, baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat
maupun karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang
sesungguhnya. Pengambilan keputusan
berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan
fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih
tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu
dengan rela dan lapang dada.
2.5.4 Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan
wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang
lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya.
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangan.
2.5.5.Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang
berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semuan unsur pada
setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada pengambilan keputusan yang
berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih
transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala
tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa
yang diinginkan.
2.6
Ethical Decision Making Principles
2.6.1 Autonoumy
Otonomi adalah prinsip yang membahas konsep
kemerdekaan. Inti dari prinsip ini adalah membiarkan seseorang kebebasan
memilih dan bertindak. Ini membahas tanggung jawab konselor untuk mendorong
klien, bila perlu, membuat keputusan sendiri dan bertindak berdasarkan nilai
mereka sendiri. Ada dua pertimbangan penting dalam mendorong klien menjadi
otonom. Pertama, membantu klien memahami bagaimana keputusan dan nilai mereka
mungkin atau mungkin tidak diterima dalam konteks masyarakat tempat mereka
tinggal, dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi hak orang lain. Pertimbangan
kedua terkait dengan kemampuan klien untuk membuat keputusan yang masuk akal
dan rasional. Orang yang tidak mampu membuat pilihan yang kompeten, seperti
anak-anak, dan beberapa individu dengan cacat mental, seharusnya tidak
diizinkan untuk bertindak berdasarkan keputusan yang dapat merugikan diri
mereka sendiri atau orang lain.
2.6.2 Non-maleficence
Nonmaleficence adalah konsep yang tidak merugikan
orang lain. Sering dijelaskan sebagai "di atas semua tidak ada
salahnya", prinsip ini dianggap oleh beberapa orang sebagai yang paling
kritis terhadap semua prinsip, walaupun secara teoritis mereka memiliki bobot
yang sama (Kitchener, 1984; Rosenbaum, 1982; Stadler, 1986). Prinsip ini mencer
minkan gagasan untuk tidak menimbulkan kerugian yang disengaja, dan tidak
terlibat dalam tindakan yang berisiko merugikan orang lain.
2.6.3 Beneficence
Beneficence mencerminkan tanggung jawab konselor
untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan klien. Cukup dinyatakan itu berarti
melakukan yang baik, bersikap proaktif dan juga untuk mencegah bahaya bila
memungkinkan.
2.6.4 Justice
Keadilan tidak berarti memperlakukan semua individu
sama. Kitchener (1984) menunjukkan bahwa makna formal keadilan adalah
"memperlakukan sama dengan persamaan dan ketidaksetaraan yang tidak sama
namun sesuai dengan perbedaan yang relevan mereka" (hal.49). Jika seorang
individu diperlakukan berbeda, konselor harus dapat menawarkan alasan yang
menjelaskan perlunya dan kesesuaian untuk memperlakukan individu ini secara
berbeda.
2.6.5 Fidelity
Kesetiaan melibatkan gagasan tentang kesetiaan,
kesetiaan, dan penghormatan terhadap komitmen. Klien harus dapat mempercayai
konselor dan memiliki keyakinan akan hubungan terapeutik jika pertumbuhan
terjadi. Oleh karena itu, konselor harus berhati-hati untuk tidak mengancam
hubungan terapeutik atau membiarkan kewajiban tidak terpenuhi.
2.7
Ciri-ciri Pengambilan keputusan yang Etis
·
Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang
salah.
·
Sering menyangkut pilihan yang sukar.
·
Tidak mungkin dielakkan.
·
Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan
lingkungan sosial.
2.8
Kriteria pengambilan keputusan yang etis
1. Pendekatan
bermanfaat
Pendekatan bermanfaat(utilitarian approach), yang
dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri
adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar
bagi jumlah terbesar.
2. Pendekatan
individualisme
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika
bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung
kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu.
3. Konsep
tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
-hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan
hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk
diperlakukan.
-hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk
melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.
-hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan
diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
-hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara
benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
-hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara
tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.
-hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk
hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.
2.81.Utilitarian
approach
Utilitarian
Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh
karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2.8.2
Individualim Approach
Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak
dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus
dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak
orang lain.
2.8.3Conceptial
approach
2.9 Pilihan
pilihan etis seorang manajer
1 Tingkat prekonvesional
=mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman. Bertindak dalam kepentingannya
sendiri.
2 Tingkat
konvensional =menghidupkan pengharapan oranglai. Memenuhi kewajiban sistem
sosial. Menjujnjung hukum.
3 Tingkat
poskonvensional=mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri.
Mengetahui bahwa orang-orang menganut nilai-nilai yang berbeda dan mencari
solusi kreatif untuk mengatasi dilema etika. Menyeimbangkan kepentingan diri
dan kepentingan orang banyak.
2.10.Teori teori
pengambilan keputusan berdasarkan etika dan moral
1.
Teori Utilitarisme:
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, meminimalkan ketidaksenangan.
2. Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik. Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan
3. Teori Hedonisme:
Menurut Aristippos , sesui kodratnya, setiap manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan.
4. Teori Eudemonisme:
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles , bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, meminimalkan ketidaksenangan.
2. Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik. Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan
3. Teori Hedonisme:
Menurut Aristippos , sesui kodratnya, setiap manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan.
4. Teori Eudemonisme:
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles , bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita
2.11.Faktor
faktor yang mempengaruhi Ethical Decision Making
Tahap Perkembangan Moral,
Sesustu
penilaian dari kapasitas seseorang untuk menimbang-nimbang apakah yang secara
besar, makin tinggi perkembangan moral seseorang makin kurang bergantung ia
pada pengaruh-pengaruh luar dan makin cendurung berlaku etis.
2. Lingkungan
organisasi,
Merujuk ke
persepsi karyawan mengenai pengharapan organissasional.
3. Tempat
Kedudukan Kendali,
Hal ini
tidak lepas dengan struktur organisasi. Keputusan Yang Etis Suatu Keharusan
Mengapa keputusan yang etis suatu keharusan, karena setiap individu, maupun
kelompok, lembaga, dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang perlu dilakukan atau
diambil, yang sewaktu-waktu sukar ditentukan. Secara tak terelakan manusia
setiap saat mengambil keputusan dan memikul tanggungjawabnya. Yang kita
butuhkan adalah pengambilan keputusan secara aktif bukan pasif membiarkan keputusan
ditetapkan oleh orang lain.
Dalam kasus
tertentu keputusan perlu diambil secara aktif, dengan alasan telah
dipertimbangkan secara matang, karena tidak baik menyerah kepada nasib.
Keputusan Yang Dipengaruhi Tabiat Tabiat adalah susunan batin seseorang yang
memberikan arah dan ketertiban kepada keinginan, kesukaan dan kebahagiaan.
Susunan itu dibentuk oleh interaksi antara diri seseorang dengan lingkungan
sosialnya. Tabiat tidak sama dengan watak. Watak adalah bentuk diri kita secara
alamiah dan dibawa mulai dari lahir.Watak bersifat tetap.Sedangkan tabiat
berkembang dan berubah sepanjang hidup kita. Watak adalah bahan mentah tabiat
kita.Cara kita mengolah bahan mentah itu adalah tanggungjawab kita. Tabiat beda
dengan kepribadian (personality). Seperti tabiat, kepribadian juga bersifat
kontinuitas, tetapi dapat juga berkembang dan berubah.
Yang terpenting adalah etika atau
norma yang kita peroleh dari keluarga, ibu-bapak, dan saudara, seharusnya
meresap ke dalam diri kita sebelum kita dihadapkan dan mampu menilai pengaruh
lingkungan sosial. Hubungan Antara Tabiat Dan Lingkungan Sosial Etika atau
norma dan nilai-nilai masyarakat akan merasap ke dalam diri kita. Hubungan kita
dengan orang lain (sosial) turut serta membentuk identitas kita. Namun
kepribadian kita bukan semata-mata dipengaruhui oleh masyarakat atau lingkungan
sosial.Sebagai manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan, bukan objek yang
menenerima segala sesuatu.Tabiat memiliki identitas sendiri dan berdiri dalam
lingkungannya.Memang kita dipengaruhi oleh lingkungan kita, tetapi kelakuan dan
pandangan kita ikut serta melanjutkan dan mengubah lingkungan kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar